Badiklat - U.S. Department Of Justice Gelar Cyber Crime dan Barang Bukti Elektronik

By admin on 2021-11-11

BALI- Badan Pendidikan dan Pelatihan ( Badiklat ) Kejaksaan RI dibawah komando Tony Spontana kembali menggelar pendidikan dan pelatihan Cyber Crime dan Barang Bukti Elektronik tahun 2021.
Diklat yang berlangsung selama tiga hari tersebut diikuti oleh 20 orang Jaksa dari wilayah hukum Kejati Kalimantan Barat, kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Badan Diklat Kejaksaan RI serta 5 orang dari penyidik kepolisian Polda Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Polres Samarinda yang dilaksanakan secara tatap muka  di W Hotel Seminyak, Kabupaten Badung Bali. 
Diklat terselenggara atas kerjasama Badiklat Kejaksaan RI dengan U.S. Department Of Justice (USDOJ – OPDAT), di mulai sejak Senin 8 hingga Rabu 10 Nopember 2021, Turut hadir pada pembukaan Kajati Bali Ade Sutiawarman, SH.MH beserta  sejumlah jajarannya, MR Peter Halpern, Resident Legal Advisor (Penasehat Hukum Tetap) U.S. Department Of Justice, Office Of Overseas Prosecutorial Development, Assistance, And Training  ( US DOJ-OPDAT).
Sambutan Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI Toni Spontana yang dibacakan oleh Kajati Bali Ade Sutiawarman mengatakan bahwa penggunaan teknologi komputer, telekomunikasi, dan informasi saat ini terus mendorong berkembangnya transaksi melalui media elektronik dan internet yang sangat mempermudah setiap aspek kehidupan umat manusia.
“ Perusahaan-perusahaan berskala dunia semakin banyak memanfaatkan dan  menggunakan media elektronik dengan jaringan internet yang menumbuhkan transaksi-transaksi melalui elektronik atau on-line dari berbagai sektor, yang kemudian memunculkan  istilah E-Banking, E-Commerce, E-Trade, E-Business,dan masih banyak lagi,” ujar Ade membacakan sambutan Kabadiklat.
Menurutnya ditinjau dari aspek manfaat perkembangan teknologi informasi melalui internet tersebut memiliki dampak yang sangat positif, karena selalu memberi kontribusi bagi para pengguna untuk mewujudkan percepatan komunikasi (Transformasi Informasi), penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang  pesat diberbagai belahan bumi.
Selain itu Perkembangan dan penggunaan media elektronik atau dunia maya yang sering kali disebut dengan Cyberspace (Agus Rahardjo,2002:4)  ternyata  juga mempunyai dampak negatif.
“ Banyak kejahatan-kejahatan yang menggunakan media elektronik melalui  jaringan   internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan antara lain Economic Cyber Crime, Cyber Terrorism, Electronic Funds, , On Line Bussines Crime, Cyber Sex, Cyber Pornography, Computer Security Cyber Crime, Computer Crime And Intellectual Property Section, Dan Sebagainya),” paparnya.

Hal tersebut lanjut Ade, tentu menjadi tantangan tersendiri  bagi aparat penegak hukum khususnya jaksa penuntut umum, karena saat ini media elektronik telah menyentuh hampir setiap lapisan masyarakat dan segala sendi kehidupan baik dengan menggunakan telepon seluler, komputer, menggunakan whats up, email,  dan sebagainya .
Disamping kasus-kasus tindak pidana cyber tersendiri,  penanganan  dan penyelesaian kasus-kasus tindak pidana tanpa disadari, pelaku kejahatan   sering kali menggunakan media elektronik  atau  menggunakan jaringan internet dalam melakukan kejahatannya.
“ Oleh karena itu bagaimana mencari, menelusuri mengumpulkan, menyimpan  serta mempergunakan  barang – barang  elektronik  yang bersinggungan dengan dunia digital tersebut untuk dapat diterima dan terjamin keabsahannya dalam pembuktian suatu tindak pidana merupakan salah satu  faktor penting untuk   suksesnya penuntutan suatu kasus tindak pidana,” tuturnya.
Walaupun Indonesia Telah Memiliki Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang Undang  No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang merupakan payung hukum atas legalitas penanganan kasus dalam lingkup dunia maya termasuk undang-undang yang mengatur mengenai barang bukti digital (Digital Evidence),
“ Banyaknya kendala teknis yang dialami dalam pengungkapan bukti elektronik misalnya log statistic di dalam server yang telah dihapus, memodifikasi / deface di dalam jaringan komputer secara illegal  maupun kode-kode digital lainnya), fasilitas komputer forensik yang masih minim dan kualitas SDM jaksa penuntut umum  yang belum  berwawasan cyber, merupakan suatu permasalahan yang seringkali dihadapi dalam menangani dan menyelesaikan suatu kasus tindak pidana cyber,” bebernya.
Untuk itu guna meningkatkan kualitas dan kemampuan serta  pemahamanan jaksa-jaksa penuntut umum  dalam menangani dan menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana yang berhubungan dengan barang bukti eletronik yang erat kaitannya dengan Tindak Pidana, Badiklat Kejaksaan RI  bekerjasama dengan U.S. Department Of Justice (USDOJ – OPDAT) menggelar Diklat Cyber Crime dan Barang Bukti Elektronik.
“ Semoga Diklat ini dapat benar-benar dimanfaatkan oleh para peserta dalam meningkatkan kemapuan dan profesionalitas jaksa dalam penanganan perkara khususnya dalam penggunaan teknologi komputer, telekomunikasi, dan informasi saat ini terus mendorong berkembangnya transaksi melalui media elektronik dan internet yang menumbuhkan transaksi-transaksi melalui elektronik atau on-line dari berbagai sektor, yang memunculkan istilah e-banking, e-commerce, e-trade, e-business dan masih banyak lagi,” harapnya. ( Muzer )