Terapkan Restoratife Justice, Kejari Sangihe Diapresiasi

By admin on 2021-10-02


SANGIHE- Kejaksaan Negeri Sangihe melaksanakan Restoratife Justice dalam perkara tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dilakukan oleh tersangka Jonathan Mare Alias Nathan disangka melanggar pasal 335 ayat 1 ke 1 KUHP.

 " Penghentian penuntutan merupakan kewenangan jaksa selaku single prosecution terhadap layak tidaknya perkara diajukan ke penuntutan berdasarkan pasal 139 dan 140 kuhap," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe Eri Yudianto, Jumat ( 1/10/2021).

Namun demikian lanjut Eri, sebagai tolak ukur jaksa menghentikan penuntutan dalam perkara ini adalah adanya permintaan maaf dan kesepakatan damai antara tersangka dengan korban, ancaman hukuman tidak lebih dari 5 tahun dan tersangka belum pernah dijatuhi pidana.

Sehingga dengan adanya penghentian penuntutan yang dilakukan menciptakan harmoni kembali antara korban dan tersangka yang bertetangga apalagi mereka berdua masih dalam satu jamaat gereja yang sama.

"Keadilan Restoratif justice sejalan perintah Jaksa Agung agar setiap jaksa harus menciptakan rasa adil dimasyarakat, keadilan tidak ada tertulis didalam buku akan tetapi keadilan ada dalam hati nurani, " tambahnya

Eri mengungkapkan perkara ini terjadi adanya ketidak-harmonisan kehidupan bertetangga antara tersangka Jonathan Mare Alias Nathan dengan korban Syorsintje Musa Als. Sin yang terjadi pada tanggal 28 juli 2021.

" Korban menegor tersangka karena menyapu halaman rumah dengan debu bekas material bangunan rumah beterbangan dengan kata-kata “siram dulu itu abu baru disapu”, akibat perkataan tersebut tersangka tersinggung dan terjadi cekcok mulut hingga berakhir dengan tersangka mengacungkan sebuah parang ke korban,  sehingga korban ketakutan," ungkapnya.

Kemudian Perkara ini dilaporkan ke Polres Kepulauan Sangihe dan dilakukan penyidikan, dinyatakan P-21 tanggal 23 agustus 2021, kemudian tanggal 24 september 2021 penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. 

Oleh JPU Kejari Sangihe diupayakan melalui jalan perdamaian yang dilaksanakan pada tanggal 27 september 2021 dengan dihadiri Lurah Tona I Asriyanti Nangalo dan tokoh agama pendeta Abed Lukas Aer.

Upaya perdamaian tersebut diperkuat dengan diterbitkannya surat ketetapan penghentian penyidikan oleh Kajari Kepulauan Sangihe nomor : print-330/p.1.13/eoh.3/10/2021 tanggal 1 oktober 2021. " Keadilan restoraktive justice didasari oleh surat edaran jaksa agung nomor 15 tahun 2020," kata Eri menuturkan.

Sementara upaya perdamaian yang dilakukan Kejari Sangihe mendapat apresiasi dari masyarakat.

 “Saya selaku tokoh masyarakat sangat terharu atas apa yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe," ujar Asriyanti Nangalo selaku Lurah Tona.

Lurah Tona imbuhnya, dengan adanya perdamaian tentunya akan mengembalikan kehidupan bertetangga kembali menjadi rukun, apalah artinya perkaranya disidangkan namun setelah tersangka keluar dari tahanan belum tentu kehidupan bertetangga rukun seperti sedia kala.

"Saya selaku tokoh agama menyampaikan terima kasih kepada Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe yang memfalitasi perdamaian antara tersangka dan korban yang masih satu jamaat gereja yang sama. Ini merupakan pelajaran bagi tersangka janganlah emosional yang berakibat menjadi persoalan hukum, demikian juga dengan korban harus saling menghargai kepada sesama," tutur Pendeta abed lukas aer.

Upaya yang dilakukan oleh kejaksaan, masyarakat berharap harmonisasi antara korban dan tersangka akibat emosional sesaat bisa kembali terbangun menjalani kehidupan yang damai sehingga menjadi harmonis kembali.
( Muzer)