Polemik Putusan Sela Perkara 13 MI di Pengadilan Tipikor PN Jakpus, Begini Penjelasan Kejagung

By admin on 2021-08-19




JAKARTA- Polemik Putusan Sela Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa hari lalu yang menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU)  atas keberatan beberapa tim penasihat hukum 13 Manajer Investasi (MI) PT Asuransi Jiwasraya mengenai penggabungan berkas perkara dinilai kacau. Kejaksaan Agung RI turun tangan untuk menjernihkan persoalan dengan menyampaikan penjelasannya. 

Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Rabu ( 18/8/2021) menyampaikan penjelasan mengenai Putusan Sela dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 35/Pid.Sus-TPK/2021/PN JKT.Pst tanggal 16 Agustus 2021, yang pada pokoknya berbunyi:
1. Menerima keberatan (eksepsi) tentang “penggabungan berkas perkara” yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa I, VI, IX, X, dan XII;
2. Menyatakan Surat Dakwaan No. Reg. Perk: PDS-10/M.1.10/Ft.1/03/ 2021 tanggal 21 Mei 2021 batal demi hukum;
3. Memerintahkan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut;
4. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bima Suprayoga, SH. M.Hum menyampaikan beberapa hal terkait Putusan Sela dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 35/Pid.Sus-TPK/2021/PN JKT.Pst tanggal 16 Agustus 2021, antara lain: 
1. Putusan Sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam pertimbangannya tidak terkait dengan Materi Surat Dakwaan yaitu Pasal 143 ayat 2 (KUHAP), tetapi mengenai penggabungan perkara 13 berkas perkara terdakwa korporasi menjadi satu surat dakwaan.

2. Dalam menyusun Surat Dakwaan Nomor Register Perkara: PDS-10/M.1.10/Ft.1/03/2021 tanggal 21 Mei 2021, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah berpedoman berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf KUHAP, yang telah dibuat secara profesional, cermat, jelas dan lengkap, dan telah sesuai dengan kewenangan Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam Surat Dakwaan, diatur secara tegas dalam Pasal 141 huruf (c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan, dan ini menjadi pertimbangan Jaksa Penuntut Umum.
 
3. Sampai saat ini, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat belum menerima salinan Putusan Sela secara lengkap sehingga Penuntut Umum belum dapat mempelajari Putusan Sela tersebut guna menentukan sikap apakah Penuntut Umum akan memperbaiki Surat Dakwaan dan melimpahkan kembali, atau Penuntut Umum akan melakukan upaya hukum dengan mengajukan perlawanan (Verzet) ke Pengadilan Tinggi. sesuai bunyi Pasal 156 ayat (3) KUHP dengan mempertimbangkan waktu selama 7 (tujuh) hari dalam menentukan sikap sesuai Pasal 149 KUHAP. 

Di sisi lain, Kepala Pusat Penerangan Hukum Leonard Eben Ezer Simanjuntak meluruskan terkait adanya pemberitaan dan pendapat pengamat yang menyatakan bahwa Jaksa tidak profesional dan tidak jeli dalam memisahkan antara pelaku satu perkara dengan perkara lainnya. 

Atas pendapat tersebut, dapat dinyatakan tidak benar, sebagaimana telah disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat bahwa Penuntut Umum telah profesional, cermat, jelas dan lengkap dalam membuat Surat Dakwaan sebagaimana Pasal 143 ayat (2) KUHAP yaitu telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil. 

Bahkan penggabungan Surat Dakwaan merupakan kewenangan Penuntut Umum yang diatur dalam Pasal 141 huruf c KUHAP, mengingat perkara ke-13 Manajer Investasi saling berhubungan alat bukti maupun barang buktinya. 

Selain itu kewenangan penggabungan Surat Dakwaan bila memperhatikan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, dimana secara tegas dijelaskan terkait permasalahan Pasal 141 KUHAP, merupakan “kewenangan Jaksa/Penuntut Umum”. 

Selanjutnya dengan penggabungan surat dakwaan, menunjukkan Penuntut Umum telah menerapkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Dapat digambarkan, bila seorang saksi akan diperiksa terhadap masing-masing Tersangka Manajer Investasi dengan surat dakwaan di splitsing (dipisah), maka seorang saksi minimal akan diperiksa 13 kali pada waktu yang berbeda.
Bandingkan bila saksi diperiksa dalam proses pemeriksaan satu kali terhadap ke-13 Terdakwa Manajer Investasi, maka hal ini akan lebih cepat, sederhana dan biaya ringan.

"Selanjutnya kami juga ingin pengamat lebih jeli melihat bahwa putusan sela tersebut menyatakan surat dakwaan “batal demi hukum” atau absolut nietig, artinya surat dakwaan tidak memenuhi syarat materiil. Mohon diperhatikan bahwa putusan sela tersebut menerima keberatan (eksepsi) tentang “penggabungan berkas perkara”, bukan karena tidak dipenuhinya syarat materiil surat dakwaan," ujar Kapuspenkum Kejagung Leonard Simanjuntak.

" Oleh karena itu, kami mengajak seluruh pihak untuk memberikan pernyataan yang dapat memberikan edukasi yang baik dan tidak melakukan kesimpulan yang negatif dengan dibatalkannya putusan sela maka Jaksa tidak profesional atau bahkan mendorong dilakukannya eksaminasi," lanjut dia.

" Kami sampaikan, bahwa putusan sela bukanlah putusan final, karena itu belum dapat dilakukan eksaminasi terhadap putusan sela," terangnya.

" Mari kita sama-sama mendukung penyelesaian perkara a quo dengan tidak memberikan opini publik yang berlebihan, serta mari kita berkolaborasi untuk membangun komitmen proses penegakan hukum yang lebih baik,'" jelas Leo.

" Selanjutnya, bagaimana sikap Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan kami sampaikan setelah Penuntut Umum terlebih dahulu mempelajari putusan sela dimaksud, karena sampai siang ini Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat belum menerimanya," janjinya. ( Muzer/ Rilis Kejagung )