Covid-19,Tinggalkan Kertas Suratmu

By admin on 2020-03-27

Baru-baru ini diungkap, uang kertas rawan dapat sebagai media penularan Covid-19. Maka perlu hati-hati pegang uang. Lalu bagaimana dengan surat dari kertas yang juga selalu "berpindah" tangan?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memang mengungkapkan virus corona baru (Covid-19) bisa bertahan pada uang kertas selama beberapa hari dan bisa menularkan kepada manusia.

Sementara untuk kertas surat, WHO dan Pusat Pengendalian Penyakit AS pernah menyebut hanya sedikit atau belum ada risiko virus tertular lewat paket atau surat yang dikirim dari luar negeri. Alasan, virus tidak dapat bertahan selama berhari-hari.

Itu kalau surat dari luar negeri. Bagaimana kalau suratnya bukan dari luar negeri? Yang perpindahannya dari tangan ke tangan lain hanya hitungan menit atau jam?

Surat itu antara lain surat undangan, proposal, surat keputusan, surat tugas dan surat-surat lainnya. Biasa diproduk oleh instansi pemerintah atau perusahaan.

Surat itu bisa bersifat internal atau eksternal (keluar). Jadi pasti dipegang tangan saat dicetak, dikoreksi atau di sign (tanda tangan). Lalu berpindah lagi saat dibaca, dibaca lagi dan disimpan. Amankah kertas surat itu?

Menurut saya daripada berisiko tertular Covid-19 sebaiknya hindari surat "konvensional". Saatnya manfaatkan teknologi. Surat kabar (koran, majalah) yang dari kertas itu saja sudah hampir punah.

Sudah saatnya semua instansi pemerintah dan perusahaan swasta "membuang" surat kertas ini. Penyimpanannya bikin repot. Makan tempat. Dan yang menakutkan: ngeri bisa jadi media penularan.

Sebagai insan Adhyaksa, saya juga ingin di Kejaksaan harus mulai tinggal surat kertas. Saatnya beralih ke surat elektronik. Saatnya paperless.


Memang saat ini di Kejaksaan rasanya belum "puas" kalau belum pegang surat dalam bentuk kertas. Misalnya SK. SK apapun.

Walau di Sistem Manajemen Kejaksaan RI (Simkari) yang elektronik itu sudah tertulis SK pindah (mutasi) masih saja para pegawai belum percaya. Kalau belum menerima SK berupa kertas aslinya rasanya belum pindah he he.

Hampir produk surat dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dan surat-surat lain di Kejaksaan kayaknya masih "perlu" berupa kertas. BAP, surat panggilan dan lain-lain.

Dalam beberapa kali rapat di Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi (Pusdaskrimti), diawal saya menjabat Kapus pertengahan Desember 2019, saya sudah "menantang" para pegawai agar membuat aplikasi persuratan non kertas.

"Ayo tinggalkan register surat yang masih ditulis pakai bolpoin. Kayak jaman pak Flingstone saja,"kata saya kepada pegawai Daskrimti yang 90% adalah sarjana IT. Ada yang jago programer, Youtuber, bahkan ada mantan hacker.

Tantangan saya ternyata tak pakai lama terwujud. Pegawai "pendatang baru" Jaksa Bagus Nur Jakfar Adi Saputro yang baru bergabung di Daskrimti di pertengahan pebruari 2020 adalah orangnya.

Dengan "gagah berani" dia menantang saya. "Bapak beri waktu berapa lama kepada saya dan tim untuk membuat sistem persuratan elektronik di seluruh satuan kerja di Kejaksaan," tantangnya.

Tak kurang akal, saya balik bertanya. "Butuh berapa hari paling cepat aplikasi itu dapat kamu wujudkan,"kata saya.

"Tiga hari Bapak. Maksimal empat hari,"jawabnya.

Saya lihat Dmdia bergerak cepat. Dia bentuk tim perancang dan aplikator yang jumlahnya enam orang pegawai. Dibantu dua orang "luar" jago aplikasi. Dia "Import" dua sarjana komputer arek-arek Situbondo.

Benar, ternyata hanya cukup lembur sampai dini hari tiap hari selama empat hari aplikasi itu klar. Selesai. Dan segera dipaparkan ke saya.

Selesai paparan, saya usul agar nama aplikasi Smsistem Persuratan itu dinamakan SI PEDE. Ya kepanjangan dari Sistem Persuratan dan Disposisi Elektronik. Sepakat. Deal. Namanya SI PEDE. Langsung dilaunching.

SI PEDE dibuat terintegrasi di seluruh satker mulai dari Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari), sampai Ke Kejaksaan Negeri (Kejari), lalu ke Kejaksaan Tinggi hingga Kejaksaan Agung. Catat, tanpa kertas.

Bila ada surat masuk masih berupa kertas nanti semua "berhenti" di masing-masing sekretariat. Jadi surat kertas itu tidak beredar.

Di sekretariat surat berupa kertas itu discan menjadi dalam bentuk Pdf. Lalu diedarkan dalam bentuk elektronik.

Nah, dalam aplikasi itu seluruh surat didisposisi "berjalan" lewat Android. Dari android yang ada s-pennya itu para pimpinan melakukan disposisi.

Hasilnya hitungan 5 detik disposisi elektronik itu sudah terkirim kepada yang dituju. Bila bawahannya itu mendisposisi lagi juga cukup via Android. Bila kurang puas dengan surat Pdf itu dapat dicetak (opsi).

Yang hebat, aplikasi made in Bagus itu untuk surat berupa undangan, dapat otomatis jadi remender. Kayak alarm saja.

Praktis memang. Tidak butuh ruang penyimpanan saat sebagai arsip. Dan yang jelas tanda tangan juga sudah bisa dalam bentuk barcode.

Aplikasi Si PEDE ini yang sekarang mau Daskrimti terapkan di instansi tercinta ini. Ayo dukung ya. Yang tidak mendukung pasti Bapaknya punya pabrik kertas he he.

Ayo...saatnya tinggalkan Surat kertasmu. (Kang DF).
Penulis adalah: Didik Farkhan A,Kapusdasktimti Kejaksaan Agung RI.