Tingkatkan Penanganan TPPO,Badiklat Kejaksaan Berkerjasama dengan IOM Adakan Pelatihan di Yogyakarta

By on 2018-07-31

YOGYAKARTA-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah salah satu bentuk kejahatan serius yang dinilai sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Manusia diperlakukan sebagai komoditas yang dapat dimiliki oleh siapapun yang bisa membelinya. Berdasarkan data kasus perdagangan yang dibantu oleh international organization for migration (iom), sejak 2005 hingga desember 2017 sebanyak 8.929 orang teridentifikasi sebagai korban tindak pidana perdagangan orang.
Demikian diungkapkan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ( Kaban Diklat ) Kejaksaan RI Setia Untung Arimuladi saat membuka Pelatihan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang berlangsung di Jogjakarta,Senin ( 30/7/18 ) Pelatihan yang berlangsung dari tanggal 29 Juli sampai dengan 2 Agustus itu merupakan hasil kerjasama antara Badiklat Kejaksaan RI dengan International Organization For Migration ( IOM ). Pelatihan penanganan TPPO diikuti oleh para Jaksa dari berbagai daerah di Indonesia, ini merupakan wujud kerjasama antara Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI dengan  InternationalOrganization For Migration (IOM) Indonesia maupun Satgas Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara pada Kejaksaan Agung RI dengan jumlah peserta 30 (tigapuluh) orang yang berasal dari Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kejaksaan Tinggi Jawa Jimur, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Kaban Diklat melanjutkan,dari keseluruhan, 69% berjenis kelamin perempuan, baik tergolong usia dewasa atau usia muda. Data sejalan dengan laporan U.S State Department yang dikeluarkan pada bulan juni 2016, dimana Indonesia tercatat sebagai negara asal, transit dan tujuan perdagangan orang. “Pemberantasan Tindak Pidana perdagangan Orang hanya bisa dilakukan secara optimal dengan adanya upaya terintegrasi antara aparat penegak hukum, yang didalamnya mencakup Polisi, Jaksadan Hakim,”jelasnya. Masih belum maksimalnya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang,kata Untung, oleh sebab itu melalui penegakan hukum menggunakan UU Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ditengarai akibat sejumlah faktor, antara lain: (1). Masih kurangnya kesepahaman persepsi di lingkungan aparat penegak hukum tentang penegakan tindak pidana perdagangan orang; (2). Pengetahuan mengenai penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dengan menggunakan pendekatan genderbelum memadai; (3).mekanisme hukum yang mengatur pengajuan restitusi bagi korban; (4) belum optimalnya koordinasi antar instansi penegak hukum dalam penanganan kasus-kasus TPPO. Oleh karena itu kata Untung, penguatan keseluruh lembaga penegak hukum adalah suatu hal yang mutlak dilaksanakan. “Meskipun demikian, di tingkat penuntutan, nampak urgensi untuk meningkatkan kapasitas jaksa dalam menangani TPPO, mengingat posisi kejaksaan sebagai lembaga penengah antara kedua lembaga lainnya,” bebernya. Sementara itu sambungnya, berdasarkan laporan penelitian yang diluncurkan oleh IOM – Indonesia pada september 2016, menunjukkan masih banyak potensi kejaksaan yang bisa dikembangan, antara lain: inisiatif untuk melakukan bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance), kejelian untuk melihat tindak pidana yang berhubungan dengan tindak pidana perdagangan orang, upaya yang lebih agresif untuk menuntut restitusi dan sebagainya. Lebih dari itu, beberapa praktik terbaik penanganan kasus  tppo telah dilakukan oleh kejaksaan diberbagai daerah yang perlu di replikasi dan dibudayakan oleh para jaksa di seluruh indonesia. “Sehingga dapat meminimalisasi disparitas kualitas penegakan hukum yang saat ini masih terjadi,”katanya. Ditegaskan,kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman para Jaksadalam kaitannya dengan penuntutan dan penanganan TPPO  baik ditingkat nasional, regional maupun internasional. Dalam kesempatan yang sama,Kaban Diklat Kejaksaan RI  Setia Untung Ari Muladi menegaskan,kegiatan pelatihan TPPO hari ini yang di gelar di Jogjakarta merupakan bertepatan dengan Hari Menentang Perdagangan Manusia Sedunia, yang diperingati setiap tahun yaitu pada tanggal 30 Juli sejak tahun 2014.  " Tujuannya yaitu untuk meningkatkan kesadaran situasi korban perdagangan manusia dan untuk promosi dan perlindungan hak-hak korban perdagangan manusia," pungkas Untung.( Andi / Zer )