Bimtek Keadilan Restoratif,Wakil Jaksa Agung Agar Dapat Diaplikasikan di Satker

By admin on 2020-08-06





JAKARTA-Wakil Jaksa Agung RI Setia Untung Arimuladi perintahkan kepada seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis ( Bintek ) ini dengan seksama dan sungguh sungguh agar dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan di daerah atau tempat tugas masing masing.


Hal itu di sampaikan oleh Wakil Jaksa Agung RI  Setia Untung Arimuladi saat membuka acara “Bimbingan Teknis Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif” yang dilaksanakan secara virtual,di Kejagung,Jakarta,Kamis ( 6/8/2020) dengan diikuti seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri beserta jajaran dibawahnya.

Acara Bimtek berlangsung dari Ruang Vicon dan di fasilitasi Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi (Pusdaskrimti) dengan dipandu oleh Kepala Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI,menghadirkan beberapa nara sumber diantaranya adalah, Jaksa Agung Muda Tindak Pudana Umum ( Jampidum ) Dr.Sunarta,SH.MH,Sugeng Purnomo, SH. MH. Staf Ahli Jaksa Agung RI Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI ;
Erni Mustikasari, SH. MH. Anggota Tim Restoratif Justice (RJ) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.
Dr. Diah Sulastri Dewi, SH. MH dan Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Lampung.

Dalam Bimtek Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Sunarta,menyampaikan Peraturan Kejaksaan RI (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif adalah langkah Kejaksaan RI.

"Dalam menjawab kebutuhan hukum masyarakat tentang pemulihan keadaan semula dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak tercapai dengan menggunakan sistem peradilan pidana konvesional karena negara terlalu banyak turut campur seolah mewakili kepentingan korban," ujarnya.

Sementara masih kata Sunarta kemauan korban tidak demikian dan pelaku tidak mendapat kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan korban dan orientasinya hanya kepada formalitas pemeriksaan pidana, hak negara untuk menghukum (ius puniendi) dan cara memandang kejahatan sebagai konflik antara negara dengan pelaku, dan Korban tindak pidana akan menderita berbagai masalah fisik ataupun kerugian ekonomi yang diderita sebagai akibat tindak pidana meskipun tindak pidana yang sesungguhnya telah selesai.

"Dan ada sejumlah akibat yang terus ditanggung korban bahkan setelah tindak pidananya selesai diproses," ungkapnya.

Dengan merujuk kepada ketentuan pasal 8 ayat (4) dan pasal 37 ayat (1) Undang Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan pasal 42 ayat (1) Rancangan Undang Undang tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka kemudian Kejaksaan RI. menerbitkan Perja Nomor 15 tahun 2020 tersebut. 

Oleh sebab itu para pimpinan Kejaksaan perintahkan kepada seluruh jajarannya tentang Lima hal yang perlu diperhatikan dalam mengaplikasikan Perja Nomor 15 Tahun 2020 dalam pelaksanaan tugas penuntutan yaitu :
1. Kepentingan Korban Dan Kepentingan Hukum Lain Yang Dilindungi
2. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
3. Penghindaran Pembalasan
4. Penghindaran Stigma Negatif
5. Respon dan keharmonisan masyarakat

"Dan tugas para Kepala Kejaksaan Tinggi dan para Kepala Kejaksaan Negeri adalah pahami, terapkan dan sukseskan," ujarnya.( Muzer )